Karya Masyarakat Mandiri

Berhadapan dengan Golok

Sebuah Catatan Pendamping: Gito Haryanto

Selama bertugas di wilayah dampingan Pacitan, mulai awal 2006 banyak hal-hal menarik sebagai pengalaman hidup dan kehidupan. Salah satu pengalaman menarik adalah ketika awal – awal debut profesi pendamping mulai dijalankan. Saat itu saya mendampingi para perajin gula kelapa di sebuah desa satu kecamatan tempat Presiden SBY dibesarkan dan mengenyam pendidikan dasar. Tepatnya Desa Mantren, Kebon Agung.

Cerita berawal dari proses sosialisasi dan pembentukan kelompok sebagai tahapan proses pendampingan. Sosialisasi dilakukan dengan mendatangi beberapa pihak terkait, kepala desa, kepala dusun, tokoh masyarakat dan stakeholder lain. Termasuk para pedagang pengumpul gula atau dikenal dengan sebutan bakul.

Usai sosialisasi, dibentuklah kelompok pertama yang memberikan kesan untuk terbentuknya kelompok berikutnya. Kelompok perajin saat itu berfungsi sebagai wadah bagi perajin gula kelapa untuk berdiskusi, bermusyawarah, saling berbagi peran dan wadah untuk melembagakan diri sebagai komunitas perajin gula kelapa. Lembaga ini akan difungsikan sebagai media jual-beli gula, peningkatan kualitas dan penyedia sarana prasarana kebutuhan sehari-hari bagi anggota. Sosialisasi program berhasil dilaksanakan. Konsep program seperti ini cukup diterima masyarakat khususnya para perajin gula. Mereka merasa ini kesempatan baik untuk mengubah nasibnya selama ini ke arah yang lebih baik. Salah satu mitra dampingan, Pak Khoirul berkata, ”Kalau bukan kita sendiri yang mengubah nasib kita siapa lagi, Pak?”

Pembentukan kelompok pertama berhasil dan mulai bergerak jalankan kegiatan kelompok. Khoirul sebagai kader lokal ditantang oleh pendamping untuk membentuk kelompok-kelompok lagi minimal 20 kelompok, alias 200 orang mitra. Namun, Khoirul menemui sebuah tantangan tak ringan. Dan, Khoirul di sinilah mulai memperlihatkan komitmen dan pengabdiannya bagi kemajuan komunitas perajin gula. ”Kalau ingin berhasil, ya harus mampu melalui berbagai rintangan yang ada. Jadikan rintangan sebagai bumbu perjuangan untuk berhasil,” tegas Khoirul kala itu.

Belum genap sepekan kelompok terbentuk, tiba-tiba saja ada seorang bakul mendatangi kelompok serta pendamping. ”Hentikan dan bubarkan kelompok-kelompok yang kalian bentuk!” begitu kira-kira katanya dengan keras. Kelompok-kelompokpun berembug dengan komponen desa lain, karena tak ingin ada gesekan sosial. Sang bakulpun diundang. Dalam rembugan, Pak Bakul protes, ”Kalau begini cara kalian namanya ini ingin ‘membunuh’ saya, mematikan rejeki saya selama ini.”

”Ini saya sudah siapkan golok, jika kegiatan ini tetap dilanjutkan…,” begitu cuplikan ucapan Pak Bakul di pertemuan tanpa keputusan yang jelas itu. Atas saran dari Kepala Desa, untuk sementara kegiatan kelompok yang ada di-off-kan dulu. Tetapi pembentukan kelompok lain silahkan jalan saja. Perlahan namun pasti Khoirul dan kawan-kawan membentuk kelompok-kelompok perajin gula yang sekaligus akan memerankan diri sebagai pedagang.

Benar saja dalam waktu tak kurang dari satu bulan terbentuklah empat kelompok. Kegiatan kelompok berupa jual-beli gula mulai dijalankan. Gula kelompok tetap dijual ke para bakul, sebagian ke pasar setempat. Perlahan-lahan, kelompok menembus pasar luar daerah. Bahkan, mereka dapat mensuplai sebuah pabrik kecap.

Beruntung bertemu dengan orang macam Khoirul, tentu saja juga beberapa kader lainnya. Bersama mereka, kami bangun kerjasama, komunikasi yang intens serta sosialisasi dan pemberian pemahaman kepada masyarakat. Termasuk kepada bakul. Akhirnya perjuangan Khoirul dan kawan-kawan berhasil. Sebelum mendapuk sebuah koperasi, mereka berhasil membentuk 21 Kelompok Mandiri atau 218 orang mitra.

Tak kalah penting, para bakul telah mengakui keberadaan kelompok termasuk koperasi. Mereka bisa bekerjasama dalam jual-beli gula, berbagi info harga dan perkembangan tentang pergulaan. Setiap tetes nira penuh dengan asa, terbukti sudah.

[*Gito Haryanto, Pendamping Mandiri Program Pemberdayaan Ekonomi Perajin Gula Kelapa Desa Mantren, Kec. Kebonagung, Pacitan Jawa Timur. Kini, sebagai Koordinator Program Rural Ketahanan Pangan wilayah: Kuningan, Ciamis dan Lampung Timur]

{fcomment}

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top