Karya Masyarakat Mandiri

”Pendayagunaan Zakat Masih Cenderung Charity-Konsumtif”

Zakat bisa digunakan untuk banyak hal dalam mengatasi masalah umat. Namun, belum banyak yang melirik pendayagunaan zakat bernilai produktif-jangka panjang bagi penerima manfaatnya.

Di Indonesia, hampir dua dasawarsa terakhir, zakat bisa digunakan untuk mendanai berbagai keperluan bantuan kemanusiaan dan ibadah. Model penyaluran bantuan semakin variatif. Dana umat dari zakat maal, selain infak dan shodaqoh, disalurkan menjadi layanan kesehatan gratis, bantuan mustahik langsung, pendidikan, yatim piatu, dan berbagai varian model pendayagunaan zakat lainnya.

Di antara kemajuan program optimalisasi zakat, umumnya masih mencirikan bantuan langsung dan cenderung konsumtif. Artinya manfaat zakat hanya bisa dirasakan sesaat oleh penerimanya. “Secara umum, kemampuan lembaga zakat dalam program-programnya masih berkutat pada model charity dan konsumtif. Tidak bisa dinafikan, kalau sebagaian aktifis zakat kalau berbicara masalah pendayagunaan zakat, masih seputar charity dan konsumtif atau tidak berdampak produktif bagi penerima manfaat zakat. Dalam pemberdayaan masih kurang dapat perhatian. Ini tentu tantangan,” kata Ir. Nana Mintarti, Advisor Masyarakat Mandiri, pada acara Seminar Sehari ”Pemberdayaan yang Memandirikan” yang diadakan oleh Masyarakat Mandiri – Dompet Dhuafa Republika, di Jakarta Kamis (16/7).

”Lembaga seperti Masyarakat Mandiri (MM) harus istiqomah, kerja cerdas dan inovatif dalam jalankan misi program pemberdayaan masyarakat berbasis zakat,” ungkap Nana Mintarti lagi. Selama ini toh zakat bisa dioptimalkan untuk menghidupkan program peningkatan kesejahteraan beragam masyarakat berkatagori mustahik di berbagai daerah dan kondisi. Menurut Nana, program zakat untuk pengembangan masyarakat efektif untuk daerah-daerah di perkotaan, perdesaan, daerah kantong keluarga TKW, juga pascabencana.

Tujuan pemberdayaan masyarakat menurut Nana Mintarti yang juga pegiat The Indonesia Magnificence Zakat (IMZ) ini, tak hanya kemandirian masyarakat secara materiil. Justru stressing point-nya itu kemandirian spiritual. Menyalurkan zakat di sini sekaligus ikhtiar membangun paradigma dan etos kerja. ”Kita ingat nilai zakat itu hakekatnya tidak sekadar soal makmur dan sejahtera materiil, namun juga menumbuhkan pemberi zakat menjadi kaya hati dan penuh empati pada sesama,” ungkap Nana di hadapan peserta yang berasal dari berbagai kalangan, Lembaga Amil Zakat, LSM, corporate, kalangan akademik, serta masyarakat umum.

{fcomment}

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top