Komariyah, Pengasong Nasi Jagung Memimpin 155 Mitra
Sehari-hari Siti Komariyah mengasong nasi jagung di sekitar Jalan Tol Tanjung Perak, Surabaya. Nasi jagung memang menjadi salah satu makanan khas warga Surabaya. Ia memilih waktu pagi dan sore untuk menjajakan nasi jagung dari rumahnya di Tambak Asri, Krembangan lalu berkeliling. Dari gang ke gang ia menyunggi tampah di atas kepala, sekaligus menggendong tenggok nasi jagung dan lauknya, semua demi keluarga.
Di antara dua waktu menjual nasi, ia masih merasa memiliki waktu dan tenaga lebih. Siang hari ia manfaatkan untuk menjual pakaian kreditan. Profesi yang cukup lama ia jalani sebelum akhirnya ia memilih lebih banyak mengurusi nasi jagung.
Komariyah adalah sosok istri yang taat pada suami meskipun sang suami belum bisa mencukupi kebutuhan keluarga secara utuh karena sempat kerja serabutan. Di sisi lain, ia seorang ibu yang sangat perhatian terhadap lima anaknya. Di sela kesibukannya sekali waktu, Komariyah menyambangi anaknya ngaji, menyempatkan waktu untuk menanyakan perkembangan anak-anak ke guru ngaji dan wali kelas di sekolah. Tidak heran jika anak pertamanya kemarin mendapat danem tinggi dan dapat masuk sebuah SMK negeri.
Beberapa waktu yang lalu, Komariyah juga menyekolahkan anak yang lain di SMP Muhammadiyah yang terkenal bagus dan mahal. Komariyah yakin dapat membiayainya walaupun dengan mengangsur dan bekerja sambilan sebagai tukang setrika di beberapa tempat.
Tanggungan banyak membuat Komariyah merasa tak punya banyak pilihan. Sering penghasilannya buat makan pun kurang. Sewaktu berjualan pakaian keliling, keuntungan tak jelas. Uang habis entah ke mana karena modalnya tak lain dari ‘belas-kasih’ rentenir. Artinya ada keuntungan banyak buat bayar pinjaman dan bunganya. Belum lagi ada sanak saudara yang suka meminjam uang. Di sisi lain, ia bersyukur bisa memperhatikan sekolah anak-anaknya. Anak yang lulus SMP memperoleh bantuan sebuah lembaga untuk masuk sekokah.
Rasanya baru kemarin ‘sesak ekonomi’ itu dirasakan Komariyah. Ia seperti membuka lembaran baru. Kini, ia lebih fokus berjualan nasi yang dirasa lebih banyak keuntungan yang ia dapat. Namun ia terbatas modal. Di saat ia membutuhkan modal, Program Kelompok Pedagang Makanan Sehat (KPMS) Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa tengah digulirkan di Surabaya. Komariyahpun bergabung.
Program pendampingan KPMS tentu berbasis kelompok dengan penggerak para kader lokal. Dalam proses penentuan kader-kader lokal, tampaklah di antaranya Siti Komariyah. Seorang mitra perempuan yang cukup aktif. Ia dikenal tepat waktu dan suka menyambangi anggota mitra lain yang absen pertemuan kelompok.
Wilayah KPMS menjangkau Kelurahan Bangun Rejo dan Tambak Asri. Untuk mendukung keberlangsungan pendampingan, dibentuklah lembaga local Ikhtiar Swadaya Mitra (ISM). Banyak pedagang kecil makanan Bangun Rejo terlibat di program ini. Komariyah tinggal ngontrak di Tambak Asri dan belum banyak mitra dampingan di daerah ini. Namun, melewati pemilihan ketua ISM, justru Komariyah yang terpilih. Mereka bersepakat menamai lembaganya dengan nama ISM Makmur Bersama.
Para mitra dampingan mengenal Komariyah sebagai pribadi yang mampu memimpin, berwawasan, dan jujur. Sampai kini, ISM Makmur Bersama menaungi 155 orang mitra dampingan yang memiliki profesi pedagang makanan yang beraneka ragam.
{fcomment}
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!