Catatan Program Klaster Mandiri Lebak; “Kami masih butuh bimbingan…..”

      Luasya daerah membuat beberapa wilayah di Kabupaten Lebak masih ‘terisolasi’, Seperti Kecamatan Leuwidamar dan Cimarga. “Leuwidamar masih banyak daerah terisolasi. Banyak daerah-daerah yang perlu di kunjungi lagi ’ ucap Kholil, Ketua Koperasi ISM Al Khasanah. Hal snada juga di katakan warga yang tinggal di Pasir Awi, Desa Jayamanik, Kecamatan Cimarga “Untuk mencapai Kampung Pasir Awi jalannya berbatu jelek. Jarang mobil kecil sampai ke sini,apa lagi musim hujan jarang mobil bisa masuk. Kalo ada pun paling mobil besar itu juga terpaksa karena harus ambil bata”.

      Kabupaten Lebak dikenal sebagai kabupaten tertinggal di Propinsi Banten, sekitar 40% penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan. “Kabupaten Lebak merupakan kabupaten terluas di Propinsi Banten dengan luas wilayah 304.472 Ha (3.044,72 Km²) yang terdiri dari 28 Kecamatan dengan 340 desa dan 5 kelurahan. Penduduk yang mendiami Kabupaten Lebak lebih dari 1,2 juta jiwa. Struktur wilayah Lebak yang sedemikian membuat masih sekitar 40%  peduduknya hidup di bawah garis kemiskinan ada yang sangat miskin ada yang rentan miskin”, ujar Eka Dharmana Putra Asisten daerah (Asda) IV Bidang Kesejahteraan Pemkab Lebak.

     Secara potensi Sumber Daya Alam Kabupaten Lebak khususnya Leuwidamar sebagai fokus program klaster mandiri, mempunyai sumberdaya alam yang melimpah. Potensi sumberdaya itu tidak berpengaruh jika Sumber Daya manusianya masih belum mampu mengelola dengan baik. “Di kecamatan Leuwidamar secara sumber daya alam bagus, namun secara sumber daya manusianya kurang. Perlu bimbingan. Alhamdulillah Dompet Dhuafa dengan lembaga-lembaganya ada pertanian sehat, ada masyarakat mandiri dan ada kampoeng ternak masuk pada tahun 2011 untuk membimbing kami” ujar Kholil

     Berakhirnya program –istilah DD;exit program – diharapkan masyarakat mampu mandiri. Beberapa pelatihan sudah dilaksanakan dan pendampingan penuh selama 3 tahun, diharapkan masyarakat mampu belajar untuk bisa menghidupi dirinya sendiri tanpa harus bergantung belas kasihan orang lain. Ada kekhawatiran dari mitra ketika porgram sudah exit, program ini tidak bisa bejalan. Mitra meminta setelah exit meraka tetap di pantau dan di bimbing.

      Exitnya program bukan berarti akan di lepas secara penuh, masih ada proses pemantauan dan komunikasi intensif dengan mitra. Istilah Ahmad Juwaini, Presiden Direktur Dompet Dhuafa, proses exit program ibarat seorang ibu menyapih anaknya. Walaupun sudah disapih, tidak langsung dibiarkan dilepas untuk hidup sendiri karena anak belum dewasa dan perlu bimbingan orang tua.

    Pendamping adalah sosok sentral yang menentukan dalam proses pendampingan. Pedamping menjadi penghubung antara masyarakat dengan instansi, pendamping menjadi guru sekaligus sebagai pelaku. Apresiasi di berikan mitra kepada para pendamping. “kami mengucapkan beribu banyak terima kasih terutama kepada pendamping yang telah berjerih payah mengabdikan dirinya untuk membimbing kami selama kurun waktu 2012-1013 dan ilmu yang mereka ajarkan kepada kami. Diibaratkan kami dari penghasilan Rp. 1.000 menjadi Rp. 1.500, dan  mudah-mudahan dengan adanya koperasi bisa meningkatkan roda ekonomi kehidupan masyarakat” ungkap Kholil dalam kegiatan Workshop Akhir Program Klaster Mandiri Kabupaten Lebak di Gd, Korpri,Rangkas bitung.

Bantuan sedikit manjadi sangat berati bagi yang membutuhkan. Tapi bukan hanya sekedar bantuan materi, tapi bantuan secara mental agar yang dibantu bisa hidup mandiri tidak lagi bergantung bantuan dari orang lain. Menuju #IndonesiaBerdaya

{fcomment}

 

 

 

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.