Pelajaran Berharga Pemberdayaan Masyarakat dengan Zakat di Pacitan
Irah, pengerajin gula kelapa, bermimpi anak-anaknya bisa bersekolah tinggi. Dengan pendapatan minim Irah membangun mimpi mulia. Bersama ratusan petani kelapa di Desa Wora-wari, Kec. Kebonagung, Pacitan, Jawa Timur yang menggantungkan hidupnya pada pembuatan gula merah, Irah secara perlahan belajar tentang sebuah perubahan melalui pendampingan oleh Masyarakat Mandiri (MM) Dompet Dhuafa. Mereka belajar tentang mutu, jenis produk kelapa dan juga tentang pengembangan pasar. Pendampingan yang dilakukan oleh MM ini adalah salah satu bentuk cara mengoptimalkan penggunaan dana zakat, infak dan sedekah.
Nabi Muhammad SAW pernah memberikan sedekah kepada seorang fakir sebanyak dua dirham, sambil mernberi anjuran agar mempergunakan uang itu satu dirham untuk makan dan satu dirham lagi untuk membeli kampak dan bekerja dengan kampak itu. Lima belas hari kemudian orang ini datang lagi kepada Nabi SAW dan menyampaikan bahwa ia telah bekerja dan berhasil mendapat sepuluh dirham. Dari kisah tersebut dapat dipetik bahwa pemberian zakat tidak sekadar sampai pada fakir, sunnah Nabi menyarankan agar zakat dapat membebaskan seorang fakir dari kefakirannya. Di samping itu zakat tidak hanya menjadi urusan individu seorang muslim. Bukan bagian dari ibadah semata. Namun zakat adalah solusi untuk persoalan masyarakat baik secara sosial maupun ekonomi. Potensi zakat yang sangat besar (sebuah versi memperkirakan Rp 19 Triliyun/tahun) bisa dijadikan dasar untuk membangun ekonomi umat.
Pendayagunaan zakat dapat didefinisikan sebagai upaya pemberdayaan penerima zakat (mustahik) sebagai sasaran dengan memproduktifkan dana zakat. Al-Qur’an menyebutkan bahwa penerima zakat ada delapan asnaf (fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, ghorimin, ibnu sabil, dan fisabilillah). Namun dalam penyalurannya lembaga penyalur zakat harus mampu melakukan inovasi agar zakat bisa lebih berdaya guna. Inovasi ini penting supaya dana yang dihimpun memiliki daya manfaat (mustahik bisa mandiri) serta dampak yang luas dan jangka panjang (mustahik bisa menjadi muzaki).
Salah satu contoh pendayagunaan zakat yang dilakukan MM adalah program dampingan di desa Wora-wari dan Mantren, Kec. Kebonagung Kabupaten Pacitan. Dua desa yang warganya menggantungkan mata penghidupan sebagai petani kelapa. Pendampingan bertujuan meningkatkan keberdayaan para petani kelapa dan menjadi sebuah kerja cerdas untuk perubahan agar ada peningkatan pendapatan keluarga. Pendampingan yang merupakan inti dari proses pemberdayaan juga berupaya mengajak petani memiliki posisi tawar atau mereka bisa mengembangkan pasar sendiri. Mitra dampingan di dua desa tersebut terdiri dari 21 Kelompok Mandiri (218 kepala keluarga), tergabung 8 induk di mana 83% anggota adalah perempuan, dan 17% laki-laki.
Untuk mendukung peningkatan volume produksi gula merah dan turunannya kini telah dirintis sebuah home industry bersama, Griya Industri Gula Kelapa di Desa Mantren. Sebuah griya untuk mendukung kerja keras dan kerja mulia para pengerajin gula kelapa. Selama ini mereka telah membuktikan diri mampu menyuplai pabrik kecap di Solo dan pedagang maupun industri rumah tangga jenang di beberapa daerah luar Pacitan. Saat ini Industri Griya Gula Kelapa ISM Manggar Sari makin berkembang sehingga produksi bisa mencapai lebih dari 3 ton per minggu. Selain itu usaha yang dimiliki tidak hanya jual beli gula kelapa, namun juga telah ada 2 unit warung, usaha penggemukan sapi, usaha kerupuk kerecek dan usaha jual beli cengkeh. Sesuatu yang cukup
menggembirakan bila dibandingkan dengan kondisi awal, tanpa organisasi lokal.
Banyak perubahan yang dapat dilihat dari pemberdayaan yang telah dilakukan di Wora-wari dan Mantren, selain peningkatan pendapatan. Kalau dulu dalam sistem produksi dan penjualan setiap rumah tangga membuat gula kelapa dan memasarkan secara sendiri-sendiri maka setelah adanya program selain usaha individual mereka juga memiliki usaha bersama dalam bentuk Koperasi ISM Manggar Sari berbadan hukum. Selain itu harga jual produk yang dulu rendah (kurang dari Rp 3.000/kg) menjadi lebih stabil dan tinggi (diatas Rp 4.000,- bahkan Rp 6.500/kg). Hal ini juga didukung oleh semakin membaiknya kualitas gula merah Pacitan (bebas ‘sampah’ serta cetakan seragam. Tak pernah terbayangkan sebelumnya saat ini telah terkumpul tabungan mitra dampingan senilai Rp 28.922.950,- dan infak sebesar Rp 1.407.450,- yang peruntukannya untuk kegiatan sosial atau membantu mitra lain.
MM menerapkan pola pemberdayaan berkelanjutan yaitu dengan melakukan pendampingan teknis dan penguatan kepedulian multistakeholder (baik pemerintah daerah maupun korporat/swasta) dalam penanggulangan kemiskinan. Dalam pendampingan teknis MM memfasilitasi peningkatan kemampuan SDM lokal dan memfasilitasi penguatan lembaga lokal. Diharapkan setelah lepas dampingan masyarakat mampu mengakses dana APBD dari pemerintah daerah dan dana CSR dari korporat/swasta.
Kalau dulu hanya tengkulak atau bakul yang banyak menikmati hasil dari petani kelapa, namun setelah program pendampingan maka kelapa dan gula kelapa Pacitan menjadi terkenal dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sana. Dan Irah dan warga Wora-wari dan Mantren lainnya pun mulai merasakan manisnya gula kelapa berkat zakat.
{fcomment}
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!