Karya Masyarakat Mandiri

Melawan ketidakberdayaan

“Mudah-mudahan jadi berkah untuk keluarga, anak, cucu,” tutur Halimah, saat menunjukkan barang-barang modal usaha yang ia dapat dari program. Di usianya yang sepuh, ia masih memiliki lima orang tanggungan keluarga, selain delapan orang cucu.

Orang-orang mengenalnya sebagai perempuan yang pantang menyerah menghadapi kehidupan yang fana ini. Suaminya sudah tua, dan tidak mampu memberi nafkah untuk keluarga. Usia tua identik dengan ketidakberdayaan. Melihat etos tak kenal menyerah di balik wajah tua Nenek Halimah, tua bukanlah suatu yang harus diprihatinkan.

Adalagi Yuyun, perempuan asal Desa Buanajaya, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor, lima tahun lebih ia membidani dan membesarkan untuk kepentingan perekonomian warga desanya. Sifat telaten, selalu semangat dan bertanggung jawab rupanya yang menjadi modal perempuan lulusan SD itu seperti tak kenal lelah mengelola koperasi. Secara pribadi, Yuyun telah berhasil mengubah nasibnya yang dulu hanya seorang buruh di kebun orang kini bahkan mampu membantu ekonomi warga lain.

Beda lagi dengan Lilis yang dulunya bekerja sebagai karyawan pabrik. Krisis moneter ‘98 membuat ia dan suaminya di PHK. Kehidupan pas pasan kondisi penghasilan nol mamaksa lilis berfikir untuk mencoba bangkit berusaha dengan membuat kremes, Ilmu yang ia pelajari dari kakaknya. Mula-mula ia membuat satu toples. Isinya 25 biji. Kremes itu dititipkan di warung sebelah kontrakannya. Tak sampai seminggu, ternyata kremes habis terjual. Esok hari, ia bikin dua toples. Satu toples ditaruh di warung sebelah kontrakan, satu toples lagi dititipkan di warung belakang kontrakannya.

Rupanya makanan buatan Lilis mendapat respon cukup baik. Permintaan dari pemilik warung kian bertambah. Namun, ia tak sanggup memenuhi permintaan itu lantaran keterbatasan modal. Melalui kelompok dampingan Program Yang Muda Yang Mandiri di Warakas, Lilis memperoleh modal. Lilis menggunakannya buat beli bahan baku dan toples dua losin. ”Sekadang bisa memproduksi 16 toples kremes perminggu. Suami sudah ikut masarin. Alhamdulillah, keuntungan jualan kremes bisa saya kirim ke kampung dan cukup untuk jajan anak kedua saya (Mayafiona Sari),” tukasnya .

Sekelumit kisah inspiratif dari mitra dampingan Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa menjadi cerminan lain dari bangsa ini. Kemiskinan bukanlah akhir segalanya dan harus diratapi. Kekurangan tidak membuatnya menggadaikan kehormatannya dengan mengharap belas kasihan orang lain. Kisah-kisah tersebut menjadi sebuah anti tesis di negeri ini. Masih ingat berita di media massa tentang sebuah desa yang terkenal sebagai desa pengemis padahal kalo dilihat dari kondisinya masyarakat tergolong mampu. Atau kisah pengemis yang ditangkap di Jakarta namun membawa uang 25 juta.

Masih banyak kisah-kisah lain yang mampu menginspirasi kita. Kisah-kisah yang dihasilkan dari sebuah program pemberdayaan yang kontinyu. Pemberdayaan yang tidaknya hanya sekedar menghabiskan anggaran atau pencitraan,  namun pemberdayaan dengan yang dilakukan hati……

 {fcomment}

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top